Oleh : mas Tiyo
Taqdir berasal dari kata “Qudrah” (term. Bhs Arab) yang berarti KUASA.
–Orang jawa menyebutnya menjadi KODRAT-. Berikutnya istilah ini dikaitkan
dengan kenyataan bahwa segala sesuatu yang ada di jagad raya ini memiliki kodrat/
kuasanya sendiri-sendiri pada ukurannya.
Seperti Air dlm ukuran tertentu
memiliki kuasa/qudrah dalam keadaannya. Dan kodrat air itu, baru bisa berfungsi dan menunjukkan
kuasanya bila terjadi interaksi/aksi-reaksi dengan kodrat unsur alam yang lain.
Dimana dengan kodratnya air bisa memiliki kuasa memadamkan api, melembekkan
tanah, mendinginkan udara, dan beragam kuasa lainnya yang terkandung dalam
eksistensi air.
Demikian pula api, udara, dan
tanah, planet, bintang, matahari, bulan, tumbuhan, hewan, manusia, jin,
malaikat, dan seluruh yang ada dijagad raya ini, masing-masing memiliki kodrat/kuasanya
sendiri-sendiri.
Pada pengertian berikutnya kodrat
dipahami sebagai ketetapan atau kepastian. Hal ini berangkat dari kenyataan
bahwa segala yang ada di alam semesta ini, dalam ukuran kodratnya masing-masing
berjalan dan saling berhubungan dalam sebuah keteraturan yang sangat rapi,
sehingga semuanya bisa dipelajari dan diambil batasan-batasan yang jelas
sebagai dasar memahaminya, atas setiap perubahan bentuk yang terjadi dari
setiap interaksi masing-masing unsur kodrati tersebut. Hal ini terjadi karena beragam
kodrat unsur pembentuk alam semesta itu, berjalan dalam kondisi kuasa menguasai (wasesan winasesan), dengan ketetapan
ukurannya masing-masing yang pasti. Sehingga dari sinilah terlahir ilmu pasti
yang berasal dari mempelajari hukum alam seperti ilmu fisika, matematika,
kimia, dsb.
Bisa dibayangkan bagaimana bila
alam semesta ini berjalan dengan acak dan tidak menentu, dan tidak pasti. tentu
kekacauan akan terus terjadi sepanjang waktu. Dan kita sulit mencari pegangan
untuk menjadi dasar mempelajari dan melakukan sesuatu dari alam semesta.
( Coba bila sehari saja, ada
Matahari “iseng” terbit dengan jalur yang ngacak zig-zag di angkasa, dengan
kecepatan dan jarak yang berubah ubah, apa tidak kasihan ibu-ibu yang bingung
jemur pakaian ?...he..he)
Dari keteraturan yang rapi,
menetap dan pasti itu, berikutnya kita memahami berlakunya kodrat tersebut
sebagai HUKUM/ Ketetapan/Aturan. Dari sinilah terlahir istilah Hukum Alam yang
identik dengan Hukum Kodrat.
Hukum/aturan/ketetapan ini berlaku universal yang berarti berlaku di
seluruh alam semesta dan mengikat bagi siapa saja, suka maupun tidak suka, mau
tidak mau, diakui maupun tidak diakui.
Dengan adanya fakta realita
keteraturan di alam semesta ini, kita memahami bahwa Alam Semesta ini pasti ada
“Yang Mengatur.” Berikutnya kita dengan beragam ungkapannya menyatakan bahwa
Sang Pengatur itu adalah TUHAN.
Maka muncul pernyataan bahwa
seluruh alam semesta dan seisinya ini sudah ditetapkan (aturannya !) oleh Tuhan,
dalam KODRAT-nya masing-masing. Berjalannya aturan Tuhan itulah berikutnya yang
disebut TAKDIR. Dari sinilah muncul pengertian bahwa Takdir itu berasal dari
Tuhan.
Dalam berjalannya hukum
kodrat/hukum alam/ Taqdir ini, berikutnya kita memahami bahwa hubungan antar
kodrat dari setiap makhluk di alam semesta ini berjalan dengan kuasa-menguasai
(wasesan-winasesan). Dimana dalam proses kuasa-menguasai ini akan membentuk
dinamika dan perubahan bentuk dari setiap unsur alam tersebut. Dan dalam proses
Kuasa menguasi ini pula berlaku hukum keseimbangan sebagai harmoni alam. Yang
berikutnya kita mengenal harmoni alam ini sebagai Hukum Adil Tuhan.
Bila terjadi keseimbangan, maka
masing-masing unsur alam/ makhluk tersebut akan bertahan dalam bentuk
eksistensinya. Tapi bila ukuran Kuasa berubah maka keseimbangan berubah dan
bentuk eksistensinya pun berubah.
Seperti misal, bila Kuasa air sama
dengan Kuasa Api, seimbang dalam berbagai aspeknya, maka masing-masing akan
bertahan dengan bentuk eksistensinya. Namun bila terjadi interarksi dan Kuasa
Air lebih besar dari Api, maka takdir yang terjadi adalah matinya Api, dimana
Api berubah bentuk eksistensinya menjadi tiada menyisakan Asap, dan Abu. Sebaliknya bila Kuasa Api lebih besar dari Air
maka takdir yang terjadi adalah matinya Air. Dimana air berubah bentuk
eksistensinya menjadi tiada menyisakan Asap dan Uap.
(Begitu ilustrasi sederhananya...
harap ambil logika intinya saja, jangan
ditelusur yang njimet-njimet, ndak mumet...he,,he, sudah pasti pada kenyataanya,
peristiwa tersbut ditentukan oleh banyak
multifaktorial yang terlibat dari beragam kodrati unsur di alam )
Proses adanya sesuatu, kita
menyebutnya LAHIR. Proses tiadanya sesuatu kita menyebutnya MATI. Dari
Interaksi/aksi-reaksi antar kodrat unsur alam tersebut kita mengenal adanya
siklus dari tidak ada menjadi ada dan kembali ada. Artinya ada lahir dan mati
yang berjalan seperti siklus. Seperti Uap air menjadi awan di langit, turun menjadi
air berupa hujan, kemudian ada yang menjadi es ada yang tetap menjadi air
tergantung pengaruh unsur kodrati yang disekitarnya, lalu mencair, menjadi air,
menguap dan kembali ke langit untuk kembali menjadi awan dan hujan.
Dari sini muncul pengertian bahwa
Lahir dan Mati sudah ditetapkan oleh Tuhan, berupa perubahan bentuk dari unsur kodrati
yang berhubungan dan saling mempengaruhi
dengan unsur-unsur kodrati yang lainnya di alam dalam aturan Hukum Kodrat
tersebut.
Sesuatu “kodrat baru”, bisa
terlahir bila terjadi perpaduan dari beragam unsur kodrat yang saling mengisi
untuk membentuk dirinya pada ukuran tertentu. Seperti Air dan Api bila berpadu
disebuah Ceret, diatas kompor, menghasilkan Wedang. Jadi untuk lahirnya sebuah
wedang, terjadi karena perpaduan beragam unsur kodrat (multifaktorial) bukan hanya antara Api dan Air saja. Perpaduan beragam unsur kodrati inilah yang
disebut Jodo
Wedang bisa terbentuk karena
mendapat Kuasa dari beragam unsur kodrati lainnya. Bisa dikatakan pemberian
kuasa inilah yang disebut Rejeki. (Rejeki dari term. Bahasa Arab Rizqon bisa
diartikan “pemberian”.) Jadi Wedang bisa terbentuk bila mendapat Rejeki dari
kodratnya Api, Udara, Air, Kompor, Ceret, dan beragam unsur kodrati lainnya
yang ada dialam semesta.
Dari kenyataan inilah akhirnya
muncul pengertian bahwa semua itu (Lahir, Jodo, Rejeki, Mati) bisa terjadi
karena berlangsungnya Ketetapan/Aturan dari Berlakunya Hukum Kodrat. Dan Hukum
Kodrat itu kita menyebutnya yang membuat Tuhan. Jadi muncul pengertian bahwa semua
sudah ditetapkan oleh Tuhan.
Beragam kenyataan Kodrat yang
terjadi di alam semesta ini, bisa dikatakan sebagai tulisan Tuhan. Berikutnya
dalam ilustrasi logis kita, bila ada tulisan, tentu ada bukunya. Karena tulisan
tentang kodrati jagad raya ini itu sedemikian komplek, rumit, halus,
multidimensional yang meliputi segala sesuatu yang ada, tidak mampu manusia
menangkap semuanya.
Dalam ungkapan Jawa disebut
sebagai “Sastra tan tinulis, sabda tan
winedar atau Tulis tanpa papan.”
Ketidakmampuan manusia memahami
batas “Tulisan Tuhan”atas alam semesta ini diidentikkan dengan keadaan Langit
yang tiada berbatas menurut pandangan mata manusia yang hidup di Bumi. Maka
Kitab yang berisi kenyataan kodrati yang tidak terbatas ini, bagi kesadaran manusia,
kedudukannya demikian tinggi/luhur dan digambarkan keberadan ada di
langit. Sehingga disebutlah KITAB LANGIT. Yang berisi Ketetapan/ Aturan/
Kodrat/ takdir dari seluruh makhluk di jagad raya ini.
Lalu bagaimana dengan Nasib ?
Berbicara tentang kodrat-takdir
dalam ranah unsur alam mungkin lebih jelas dan mudah, karena setiap unsur alam
berjalan apa adanya, tanpa membentuk persepsi, penilaian, dan pemahaman serta
kehendaknya sendiri. Sehingga tidak pernah kita dapati Matahari dan Bulan eyel-eyelan dan rebutan pingin menguasai
langit diatas bumi sepenuhnya. (..he..he)
Tapi pada kenyataannya manusia
adalah bagian dari alam semesta, yang artinya manusia mau tidak mau, suka tidak
suka, dalam eksistensinya masuk dalam HUKUM KODRAT semesta. Jadi disini yang
membedakan adalah adanya unsur Pikiran dan Kehendak yang ada dalam diri manusia
dalam memahami atas berjalannya hukum kodrat tersebut.
Tidak bisa dinafikkan bahwa dengan
pikiran dan kehendak yang ada didalam dirinya, manusia merasa mampu berbuat apa
saja atas eksistensinya. Tapi disisi lain manusia dihadapan pada kenyataan
bahwa ada banyak hal yang berjalan di alam semesta ini yang berada diluar kuasa/ kodratnya. Sehingga
pemahaman atas hukum kodrat ini perlu ada penempatan yang tepat sebagaimana
mestinya. Supaya manusia tidak merasa diri mampu merubah dan berkuasa atas
segalanya. Tapi juga tidak pasif, diam tanpa melakukan apa-apa, menyerah dengan
keadaan, padahal ada Kuasa (Kodrat) khusus dalam dirinya berapa Pikiran dan
Kehendak yang bisa untuk merubah keadaan, supaya lebih baik bagi kehidupannya.
Untuk itu, dalam memahami kodrat
manusia muncul istilah baru berupa Takdir dan Nasib.
Takdir adalah berjalannya hukum kodrat
dari segala yang ada di alam semesta ini termasuk manusia. Sedang Nasib adalah
hasil BUDIDAYA manusia atas pikiran dan kehendaknya dalam berlakunya hukum
kodrat alam semesta tersebut.
Budi adalah fungsi fikiran, Daya
adalah fungsi nafsu yang muncul menjadi kehendak. Sehingga budi daya adalah
unsur usaha/ikhtiar /wiradat manusia atas berjalannya hukum kodrat.
Mungkin dari sinilah muncul
istilah bahwa “Kodrat bisa diwiradati.” Hal ini bisa dipahami dalam konteks
sebagai gambaran berikut. Bahwa Kodrat air yang mestinya secara alami selalu
bergerak kebawah karena terpengaruh kodrat Bumi yang memiliki kuasa (qudrah)
berupa daya tarik ( gravitasi). Dalam kondisi tertentu, Kodrat air ini bisa
diwiradati / ikhtiari sehingga air bisa memancar keatas, dengan menambah kuasa
kodrat lain pada air yaitu berupa tekanan udara yang disalurkan lewat kompresor
dan pipa. Jadilah pancuran hasil ikhtiar/budidaya manusia. Tapi pada akhirnya setelah
sampai ke atas, air yang sudah memancar tersebut, akan kembali jatuh ke bumi, karena pengaruh kodrat
bumi kembali berkuasa atas air secara alami.
Dari gambaran diatas,
wiradat/ikhtiar/ atau usaha manusia tidak bisa lepas dari berjalannya hukum
kodrat alam. Yang bisa dilakukan manusia dengan pikiran dan kehendaknya adalah
sebatas memberi bentuk atas berjalannya hukum alam dalam kehidupannya. Usaha
manusia memberi bentuk inilah yang disebut NASIB.
Maka Nasib sering juga disebut “Sandangan lakone Manungsa.”Sehingga ada
istilah “nyandang lakon papa, cintraka
lan sara.” Ada istilah “nyandang
lakon mukti wibawa beja mulya.” Dimana sandangan ini bisa dirubah setiap saat
oleh manusia sesuai pikiran dan kehendaknya. Tapi dalam melakukan perubahan
tersebut manusia tetap akan dihadapkan dengan kenyataan berlakunya hukum
Kodrat.
Artinya pikiran dan kehendaknya
tidak mungkin bisa merubah ketetapan kodrati yang sudah berlaku di alam semesta
ini. Dia hanya bisa memanfaatkan dari berlakunya hukum kodrat tersebut,
sehingga bisa merubah bentuk dari nasibnya seperti merubah nasib air yang ada
disumur menjadi wedang yang ada di cangkir dengan budidaya/ ikhtiar/wiradatnya.
Dan air akan tetap menjadi air dengan segala kodratnya baik manusia suka maupun
tidak suka. Api tetap menjadi api dengan segala kodratnya baik manusia percaya
maupun tidak percaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar