Senin, 01 Agustus 2016

TAQDIR & NASIB


Oleh : mas Tiyo


Taqdir berasal dari kata “Qudrah” (term. Bhs Arab) yang berarti KUASA. –Orang jawa menyebutnya menjadi KODRAT-. Berikutnya istilah ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa segala sesuatu yang ada di jagad raya ini memiliki kodrat/ kuasanya sendiri-sendiri pada ukurannya.

Seperti Air dlm ukuran tertentu memiliki kuasa/qudrah dalam keadaannya. Dan kodrat  air itu, baru bisa berfungsi dan menunjukkan kuasanya bila terjadi interaksi/aksi-reaksi dengan kodrat unsur alam yang lain. Dimana dengan kodratnya air bisa memiliki kuasa memadamkan api, melembekkan tanah, mendinginkan udara, dan beragam kuasa lainnya yang terkandung dalam eksistensi air.

Demikian pula api, udara, dan tanah, planet, bintang, matahari, bulan, tumbuhan, hewan, manusia, jin, malaikat, dan seluruh yang ada dijagad raya ini, masing-masing memiliki kodrat/kuasanya sendiri-sendiri.

Pada pengertian berikutnya kodrat dipahami sebagai ketetapan atau kepastian. Hal ini berangkat dari kenyataan bahwa segala yang ada di alam semesta ini, dalam ukuran kodratnya masing-masing berjalan dan saling berhubungan dalam sebuah keteraturan yang sangat rapi, sehingga semuanya bisa dipelajari dan diambil batasan-batasan yang jelas sebagai dasar memahaminya, atas setiap perubahan bentuk yang terjadi dari setiap interaksi masing-masing unsur kodrati tersebut. Hal ini terjadi karena beragam kodrat unsur pembentuk alam semesta itu, berjalan dalam kondisi  kuasa menguasai (wasesan winasesan), dengan ketetapan ukurannya masing-masing yang pasti. Sehingga dari sinilah terlahir ilmu pasti yang berasal dari mempelajari hukum alam seperti ilmu fisika, matematika, kimia, dsb.

Bisa dibayangkan bagaimana bila alam semesta ini berjalan dengan acak dan tidak menentu, dan tidak pasti. tentu kekacauan akan terus terjadi sepanjang waktu. Dan kita sulit mencari pegangan untuk menjadi dasar mempelajari dan melakukan sesuatu dari alam semesta.

( Coba bila sehari saja, ada Matahari “iseng” terbit dengan jalur yang ngacak zig-zag di angkasa, dengan kecepatan dan jarak yang berubah ubah, apa tidak kasihan ibu-ibu yang bingung jemur pakaian ?...he..he)

Dari keteraturan yang rapi, menetap dan pasti itu, berikutnya kita memahami berlakunya kodrat tersebut sebagai HUKUM/ Ketetapan/Aturan. Dari sinilah terlahir istilah Hukum Alam yang identik dengan Hukum Kodrat.  Hukum/aturan/ketetapan ini berlaku universal yang berarti berlaku di seluruh alam semesta dan mengikat bagi siapa saja, suka maupun tidak suka, mau tidak mau, diakui maupun tidak diakui.

Dengan adanya fakta realita keteraturan di alam semesta ini, kita memahami bahwa Alam Semesta ini pasti ada “Yang Mengatur.” Berikutnya kita dengan beragam ungkapannya menyatakan bahwa Sang Pengatur itu adalah TUHAN.

Maka muncul pernyataan bahwa seluruh alam semesta dan seisinya ini sudah ditetapkan (aturannya !) oleh Tuhan, dalam KODRAT-nya masing-masing. Berjalannya aturan Tuhan itulah berikutnya yang disebut TAKDIR. Dari sinilah muncul pengertian bahwa Takdir itu berasal dari Tuhan.

Dalam berjalannya hukum kodrat/hukum alam/ Taqdir ini, berikutnya kita memahami bahwa hubungan antar kodrat dari setiap makhluk di alam semesta ini berjalan dengan kuasa-menguasai (wasesan-winasesan). Dimana dalam proses kuasa-menguasai ini akan membentuk dinamika dan perubahan bentuk dari setiap unsur alam tersebut. Dan dalam proses Kuasa menguasi ini pula berlaku hukum keseimbangan sebagai harmoni alam. Yang berikutnya kita mengenal harmoni alam ini sebagai Hukum Adil Tuhan.

Bila terjadi keseimbangan, maka masing-masing unsur alam/ makhluk tersebut akan bertahan dalam bentuk eksistensinya. Tapi bila ukuran Kuasa berubah maka keseimbangan berubah dan bentuk eksistensinya pun berubah.

Seperti misal, bila Kuasa air sama dengan Kuasa Api, seimbang dalam berbagai aspeknya, maka masing-masing akan bertahan dengan bentuk eksistensinya. Namun bila terjadi interarksi dan Kuasa Air lebih besar dari Api, maka takdir yang terjadi adalah matinya Api, dimana Api berubah bentuk eksistensinya menjadi tiada menyisakan  Asap, dan Abu.  Sebaliknya bila Kuasa Api lebih besar dari Air maka takdir yang terjadi adalah matinya Air. Dimana air berubah bentuk eksistensinya menjadi tiada menyisakan Asap dan Uap.

(Begitu ilustrasi sederhananya... harap ambil logika intinya saja,  jangan ditelusur yang njimet-njimet, ndak mumet...he,,he, sudah pasti pada kenyataanya, peristiwa  tersbut ditentukan oleh banyak multifaktorial yang terlibat dari beragam kodrati unsur di alam )

Proses adanya sesuatu, kita menyebutnya LAHIR. Proses tiadanya sesuatu kita menyebutnya MATI. Dari Interaksi/aksi-reaksi antar kodrat unsur alam tersebut kita mengenal adanya siklus dari tidak ada menjadi ada dan kembali ada. Artinya ada lahir dan mati yang berjalan seperti siklus. Seperti Uap air menjadi awan di langit, turun menjadi air berupa hujan, kemudian ada yang menjadi es ada yang tetap menjadi air tergantung pengaruh unsur kodrati yang disekitarnya, lalu mencair, menjadi air, menguap dan kembali ke langit untuk kembali menjadi awan dan hujan.

Dari sini muncul pengertian bahwa Lahir dan Mati sudah ditetapkan oleh Tuhan,  berupa perubahan bentuk dari unsur kodrati yang  berhubungan dan saling mempengaruhi dengan unsur-unsur kodrati yang lainnya di alam dalam aturan Hukum Kodrat tersebut.

Sesuatu “kodrat baru”, bisa terlahir bila terjadi perpaduan dari beragam unsur kodrat yang saling mengisi untuk membentuk dirinya pada ukuran tertentu. Seperti Air dan Api bila berpadu disebuah Ceret, diatas kompor, menghasilkan Wedang. Jadi untuk lahirnya sebuah wedang, terjadi karena perpaduan beragam unsur kodrat (multifaktorial)  bukan hanya antara Api dan Air saja.  Perpaduan beragam unsur kodrati inilah yang disebut Jodo

Wedang bisa terbentuk karena mendapat Kuasa dari beragam unsur kodrati lainnya. Bisa dikatakan pemberian kuasa inilah yang disebut Rejeki. (Rejeki dari term. Bahasa Arab Rizqon bisa diartikan “pemberian”.) Jadi Wedang bisa terbentuk bila mendapat Rejeki dari kodratnya Api, Udara, Air, Kompor, Ceret, dan beragam unsur kodrati lainnya yang ada dialam semesta.

Dari kenyataan inilah akhirnya muncul pengertian bahwa semua itu (Lahir, Jodo, Rejeki, Mati) bisa terjadi karena berlangsungnya Ketetapan/Aturan dari Berlakunya Hukum Kodrat. Dan Hukum Kodrat itu kita menyebutnya yang membuat Tuhan. Jadi muncul pengertian bahwa semua sudah ditetapkan oleh Tuhan.

Beragam kenyataan Kodrat yang terjadi di alam semesta ini, bisa dikatakan sebagai tulisan Tuhan. Berikutnya dalam ilustrasi logis kita, bila ada tulisan, tentu ada bukunya. Karena tulisan tentang kodrati jagad raya ini itu sedemikian komplek, rumit, halus, multidimensional yang meliputi segala sesuatu yang ada, tidak mampu manusia menangkap semuanya.

Dalam ungkapan Jawa disebut sebagai “Sastra tan tinulis, sabda tan winedar atau Tulis tanpa papan.

Ketidakmampuan manusia memahami batas “Tulisan Tuhan”atas alam semesta ini diidentikkan dengan keadaan Langit yang tiada berbatas menurut pandangan mata manusia yang hidup di Bumi. Maka Kitab yang berisi kenyataan kodrati yang tidak terbatas ini, bagi kesadaran manusia, kedudukannya demikian tinggi/luhur dan digambarkan keberadan  ada di  langit. Sehingga disebutlah KITAB LANGIT. Yang berisi Ketetapan/ Aturan/ Kodrat/ takdir dari seluruh makhluk di jagad raya ini.

Lalu bagaimana dengan Nasib ?

Berbicara tentang kodrat-takdir dalam ranah unsur alam mungkin lebih jelas dan mudah, karena setiap unsur alam berjalan apa adanya, tanpa membentuk persepsi, penilaian, dan pemahaman serta kehendaknya sendiri. Sehingga tidak pernah kita dapati Matahari dan Bulan eyel-eyelan dan rebutan pingin menguasai langit diatas bumi sepenuhnya. (..he..he)  

Tapi pada kenyataannya manusia adalah bagian dari alam semesta, yang artinya manusia mau tidak mau, suka tidak suka, dalam eksistensinya masuk dalam HUKUM KODRAT semesta. Jadi disini yang membedakan adalah adanya unsur Pikiran dan Kehendak yang ada dalam diri manusia dalam memahami atas berjalannya hukum kodrat tersebut.

Tidak bisa dinafikkan bahwa dengan pikiran dan kehendak yang ada didalam dirinya, manusia merasa mampu berbuat apa saja atas eksistensinya. Tapi disisi lain manusia dihadapan pada kenyataan bahwa ada banyak hal yang berjalan di alam semesta ini  yang berada diluar kuasa/ kodratnya. Sehingga pemahaman atas hukum kodrat ini perlu ada penempatan yang tepat sebagaimana mestinya. Supaya manusia tidak merasa diri mampu merubah dan berkuasa atas segalanya. Tapi juga tidak pasif, diam tanpa melakukan apa-apa, menyerah dengan keadaan, padahal ada Kuasa (Kodrat) khusus dalam dirinya berapa Pikiran dan Kehendak yang bisa untuk merubah keadaan, supaya lebih baik bagi kehidupannya.

Untuk itu, dalam memahami kodrat manusia muncul istilah baru berupa Takdir dan Nasib.

Takdir adalah berjalannya hukum kodrat dari segala yang ada di alam semesta ini termasuk manusia. Sedang Nasib adalah hasil BUDIDAYA manusia atas pikiran dan kehendaknya dalam berlakunya hukum kodrat alam semesta tersebut.

Budi adalah fungsi fikiran, Daya adalah fungsi nafsu yang muncul menjadi kehendak. Sehingga budi daya adalah unsur usaha/ikhtiar /wiradat manusia atas berjalannya hukum kodrat.

Mungkin dari sinilah muncul istilah bahwa “Kodrat bisa diwiradati.” Hal ini bisa dipahami dalam konteks sebagai gambaran berikut. Bahwa Kodrat air yang mestinya secara alami selalu bergerak kebawah karena terpengaruh kodrat Bumi yang memiliki kuasa (qudrah) berupa daya tarik ( gravitasi). Dalam kondisi tertentu, Kodrat air ini bisa diwiradati / ikhtiari sehingga air bisa memancar keatas, dengan menambah kuasa kodrat lain pada air yaitu berupa tekanan udara yang disalurkan lewat kompresor dan pipa. Jadilah pancuran hasil ikhtiar/budidaya manusia. Tapi pada akhirnya setelah sampai ke atas, air yang sudah memancar tersebut,  akan kembali jatuh ke bumi, karena pengaruh kodrat bumi kembali berkuasa atas air secara alami.

Dari gambaran diatas, wiradat/ikhtiar/ atau usaha manusia tidak bisa lepas dari berjalannya hukum kodrat alam. Yang bisa dilakukan manusia dengan pikiran dan kehendaknya adalah sebatas memberi bentuk atas berjalannya hukum alam dalam kehidupannya. Usaha manusia memberi bentuk inilah yang disebut NASIB.

Maka Nasib sering juga disebut “Sandangan lakone Manungsa.”Sehingga ada istilah “nyandang lakon papa, cintraka lan sara.” Ada istilah “nyandang lakon mukti wibawa beja mulya.”  Dimana sandangan ini bisa dirubah setiap saat oleh manusia sesuai pikiran dan kehendaknya. Tapi dalam melakukan perubahan tersebut manusia tetap akan dihadapkan dengan kenyataan berlakunya hukum Kodrat.

Artinya pikiran dan kehendaknya tidak mungkin bisa merubah ketetapan kodrati yang sudah berlaku di alam semesta ini. Dia hanya bisa memanfaatkan dari berlakunya hukum kodrat tersebut, sehingga bisa merubah bentuk dari nasibnya seperti merubah nasib air yang ada disumur menjadi wedang yang ada di cangkir dengan budidaya/ ikhtiar/wiradatnya. Dan air akan tetap menjadi air dengan segala kodratnya baik manusia suka maupun tidak suka. Api tetap menjadi api dengan segala kodratnya baik manusia percaya maupun tidak percaya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar